Minggu, 16 Juli 2017

Explore Tana Toraja



Well, akhirnya bisa meninggalkan jejak di Sulawesi Selatan. Alhamdulillah bisa berkunjung ke Tana Toraja dan Makassar.
Perjalanan dimulai dari Bandara Soekarno-hatta menuju Bandara Hasanudin. Tiket ku pesan tiga bulan sebelum keberangkatan. 

Mendapatkan tiket promo adalah keberuntungan tapi kali ini bukan keberuntungan karena tiket yang didapat masih harga normal. Memesan tiketpun penuh drama dan masalah  tapi akhirnya bisa teratasi.

Keinginan mengexplore Tanah Sulawesi sebenarnya sudah ada sejak tahun lalu tapi karena teman membatalkan akhirnya di cancel dan alhamdulillah tahun ini terealisasi.

Keberangkatan menuju bandara soeta cukup lancar. Aku datang lebih awal karena dikhawatirkan macet karena masih dalam suasana libur lebaran. Alhamdulillah pesawat yang aku naiki tidak ada kendala dan on time berangkat pukul 9 malam dan sampai bandara hasanudin jam 1 malam.

Dari bandara hasanudin aku dijemput oleh ka shelvi dan langsung beristirahat di rumahnya guna persiapan esok menuju tana toraja.

Tepat pukul 8 pagi kami berangkat menuju kampungnya ka asma yaitu di perbatasan enrekang dan tana toraja. Sama seperti halnya di daerah lain jalanan dan tata kota rapih. Sulawesi selatan identik dengan patung-patung, ukiran khas tana toraja serta tongkonan yaitu rumah khas toraja.
Ku betulkan dudukku yang sebenarnya tak bermasalah. Kenyamanan bis pelangi yang akan mengantarkan kami ke enrekang membuatku tak bisa diam selama bis menunggu penumpang. Tujuh jam waktu yang akan kami tempuh membuatku berjanji tidak akan tidur dan ku gunakan untuk memandangi suguhan pemandangan tanah sulawesi. Memandangi jalan adalah cara terampuh menunggu perjalanan yang berjam-jam. Yang aku ingat daerah yang dilalui yaitu maros, pare-pare, pinrang, barru setelah itu aku tak tahu dimana lagi. Dan ternyata rasa kantuk yang tak terenyahkan memporakporandakan janji yang telah ku buat. Memasuki kabupaten enrekang pemandangan berubah menjadi perbukitan yang tidak ada ujungnya.
Setelah berkomunikasi dengan ka asma sampailah kita diperbatasan enrekang dan tana toraja.

"mohon maaf lahir batin"
Ucapku mengawali perjumpaan ku dengan tante atau yang biasa dipanggil mak ce' oleh ka asma. Mak ce' adalah panggilan ibu oleh anaknya. Begitu hangat dan penuh kasih sayang tante memeluk kami dan mempersilahkan kami menuju rumah mereka.

Rumah panggung khas rumah zaman dahulu dengan model tongkonan. Didaerah ini rumah panggung masih dipertahankan. Bagunannya pun masih kuat.
Kuhirup udara tanah sulawesi, aroma khas rempah-rempah dan tanah. Ku pandangi sekeliling kampung halaman ka asma. Bukit dimana-dimana karena rumah ka asma didataran rendah tak banyak yang bisa dipandangi.

Planning utama kita adalah explore tana toraja. Perjalanan di mulai pukul 02.00 WIT.
Pagi sekali rumah tampak ramai. Aku mengexplore toraja bersama keluarga ka asma. Kami menyewa truk karena trek yang lumayan nanjak dan jelek. Tujuan utama kama sebuah tempat terbaik untuk melihat segumpalan awan. Yaitu Tongkonan Lempe lolai. Sayang nya pagi itu tak ada sekumpulan awan bahkan mentari pun tak bersinar. Kami pun beranjak ke tempat lain.

Dengan jalur yang berkelok dan sisi dihiasi jurang truk melaju dengan garangnya. Melewati persawahan sampailah kami di kete'kesu. Dengan semangat yang tiada tara kami berhamburan menuju pintu masuk. Di toraja jangan heran jika selalu melihat kerbau dan si empunya karena kerbau itu diagungkan dan merupakan adat toraja.
Tongkonan berjejer menghiasi pintu masuk lalu dibangun petak-petak yang menjajakan jualan pernak-pernik oleh-oleh hingga jalan menuju tebing yang menempel pemakaman leluhur.

Berjalan disini sangat menarik. Aku pun memasuki goa yang terdapat peti-peti dan tengkorak.

Setelah puas menjelajah kete' kesu kamipun beranjak menuju destinasi selanjutnya yaitu  menjelajah lemo di Makale.

Toraja memang identik dengan kuburan yang disimpan di dinding tebing. Ini hanya kekayaan budaya yang harus kita hargai. Mayoritas agama disinipun non islam. Selain kerbau yang di agungkan, babi pun disini diternak jadi hati-hati dalam memilih makanan.

Perjalanan kami lanjutkan menuju enrekang. Aku lupa nama daerahnya tapi view alamnya sangat menarik. Berada di dataran tinggi dengan fasilitas jalan setapang untuk memandangi bentangan tana toraja.

Satu tempat yang gagal aku kunjungi yaitu gunung nona. Bentangan bukit-bukit hijau menyerupai sabana dengan view lanscap semesta. Kami sampai di basecamp sekitar jam lima sore. Petugas masih memperbolehkan masuk tapi trek ke bukitnya sekitar sejam dengan motor cros  mempertimbangkan waktu dan cuaca kuurungkan untuk menjamah bukit tersebut next mungkin balik lagi ke toraja.

Kuucapkan terima kasih untuk keluarga di tana toraja untuk pengalaman menariknya.