Minggu, 09 April 2017

Gunung lawu: Mental kami



"Mas tirta fix ke sumbing ka" sri memberi kabar.

"koq feelingku mas tirta minggu ke lawu ya? mereka ke sumbing jumat malam bisa dong sabtu/minggu turun dan langsung cus ke lawu? " jawabku

"haha si kaka.. iih ka ini anak-anak beneran nyusul kita"

"siapa?"

"ka arif, hanjar dan kang asep"

Seketika aku sedikit tenang.

Solo jebres didominasi oleh penumpang yang menggunakan tas gunung. Waktu itu bertepatan dengan week end dan hari kejepit nasional. Waktu yang bagus untuk liburan.

Ditengah keramaian para pendaki. Kami bergegas mencari tebengan yang akan naik lawu via candi cetho. Beberapa pendaki kami tanyai hendak kemana dan rata-rata pendaki yang kami tanya adalah peserta open trip lawu dengan jumlah 60 orang.
Waw,  bagaiman panitia mengatur ke 60 orang di gunung ya? Pikirku yang heran.

Sri dan eca menanyai pendaki yang ada diluar stasiun. Ada yang merespon sekenanya, ada yang menolak.
Ternyata mencari tebengan tak semudah itu ya. Seperti jodoh kali ya. Kita mau dianya gak mau.  Wkwk #apasihAku

Dan terakhir kami bisa bareng bersama 12 pendaki asal jakarta yang akan naik ke lawu via candi cetho.

Setelah semua siap kami meluncur menggunakan pick up. Teman-teman barengan kami ini cukup ramah. Mereka rata-rata pekerja kantor yang menyukai naik gunung, hobi yang sama sepeti kami.
Selama perjalanan kami harus di drop ke mobil yang lain sebanyak dua kali. Pak supir kira kami akan ke cemoro sewu padahal dari awal sudah dikabari bahwa kami akan ke cetho. Setelah dibicarakan oleh bang anto selaku leader kedua belas pendaki ini akhirnya terjadilah tranfer penumpang karena mobil pick up yang kami gunakan tidak bisa dikendarai di track menuju candi cetho. Begitulah perjalanan terkadang tak selancar yang kita pikirkan.

Menjelang subuh hujan turun dengan derasnya. Aku, sri dan eca hanya saling pandang. Aku tidak mau menanyakan apa yang kedua temanku rasakan. Apa mereka khawatir dengan pendakian kita atau apalah. Aku hanya sibuk membereskan dudukku yang mulai dirembesi air hujan.

Mobil melaju memasuki perbukitan ketika itu hujan mulai reda. Hanya ada kabut yang menutupi pandangan. Sesekali terlihat kilatan petir. Aku melihat kesetiap puncak entah itu puncak lawu atau puncak bukit berharap pendakian kami lancar.

Sesampainya di Candi cetho kami bergegas mencari basecamp dan pamit pada kedua belas pendaki ini. Udara pagi itu begitu dingin. Aku mulai menggigil mungkin jika aku tetap berdiam diri akan semakin kedinginan.

"kita bareng aja naiknya" ajak bang anto

"gak apa-apa bang kita bertiga aja mau belajar"

Beberapa teman bang anto meminta untuk bareng tapi kami tetap menolak dan beralasan ingin packing ulang dan istirahat dulu. 

Basecamp yang tak cukup luas itu di penuhi pendaki asal boyolali. Kami dipersilahkan masuk untuk beristirahat.

"Mba, bertiga saja? " tanya seorang mas.

Basa-basi pun terjadi hingga merekapun mengajak bareng naik ke lawu.
Kami hanya bisa menolak dan menyampaikan tujuan kami kesini.

Packing ulang, basa-basi dengan pendaki lain dan mandi kami lakukan sambil menunggu kehadiran hanjar, arif dan kang asep. Sebelumnya mereka memberi kabar kalau akan sampai basecamp sekitar jam 12 siang. Terlalu lama kami menunggu hanjar dkk akhirnya kami memutuskan untuk jalan duluan walau telat dari jadwal kami sebelumnya. Seharusnya kami mulai nanjak jam 9 tetapi tepat jam 10.30 kami baru memulai pendakian.

Tak lupa foto peta dan pelajari bersama. Sebenarnya ngerti gak ngerti dan ingat gak ingat tapi foto dulu saja kali guna.

"kalau ada hanjar, aku mau bawa daypack aja! " ucap sri

"Alhamdulillah" teriak aku dan eca berbarengan. Sembari menertawai sri.

Sebenarnya aku dan eca menunggu dari awal sri mengizinkan hanjar dkk untuk membantu kami tapi dia bersikeras untuk mandiri. Dan kita hanya bisa menertawakan sri yang tengah menyerah serta menertawakan usaha gila kita.. Wkwk

Sri tak mau menghubungi hanjar. Ia tak mau jadi bahan tertawaan hanjar dkk dan akhirnya akulah yang menghubungi mereka.

"arif kalian dimana? " chat ku pada arif
Ternyata arif sedang off. Akupun chat hanjar ternyata dia pun off.
Tak ada kabar kamipun memutuskan untuk jalan duluan. Setelah berdoa kami lanjut jalan. Melintasi tempat makan yang dibangun untuk pengunjung candi kethek, Seketika selera makan bertambah hingga kita putuskan makan dulu sebelum nanjak. (*padahal alibi buat nungguin hanjar dkk) 😂

Lanjut jalan mengikuti papan petunjuk menuju puncak. Aku jalan didepan, sri ditengah dan eca dibelakang. Formasi ini kami sepakati karena aku lebih bisa lihat petunjuk jalan dan sri lebih bisa mengimbangi ritme jalanku. Eca meminta dibelakang dengan bawaan barang lebih berat dari kami. Barang bawaan telah kami sepakati aku bawa logistik dan peralatannya, sri tenda dan eca minum sebanyak sembilan liter dan sisa enam liter akibat bocor masuk tenggorokan eca.. Ahaha satu liter doang sih sisanya bocor beneran. Ya eca hobi banget minum. Begitupun sri tapi saat itu tumben volume minum mereka sedikit berkurang dari biasanya.

Belum sampai candi kethek kita sudah kelelahan. Tak jarang tukar kerir guna menyeimbangkan punggung masing-masing. Lewat dikit candi kethek tepat di pertigaan tulisan menuju puncak kami berhenti sejenak.

Kami lebih sering kelelahan entah karena barang bawaan atau mental kami saat nanjak. Persiapan nanjak memang sudah cukup sempurna bisa dilihat dari barang bawaan kami mulai dari persiapan energi, persiapan jika dalam bahaya, hingga persiapan agar tak hypotermia. Tapi tidak dengan mental kami. Ada kekhawatiran tersendiri untuk pendakian mandiri ini. Tapi apa yang bisa diperbuat? Hanya meyakinkan diri bahwa kami bisa, ingin menguji sampai mana batas kami, belajar percaya pada diri sendiri, berjuang lebih keras. Semesta punya cara sendiri untuk mengajarkan kami.

Dalam peristirahatan. Datanglah pendaki yang aku lupa mereka dari mana. Mereka menawari kami untuk jalan bersama bahkan mau membawakan kerir kami. Seperti biasa kami hanya bisa menolak. Aku tak mau keinginan kami hanya merepotkan orang lain mungkin mereka tak merasa direpotkan. Bukankah bersama dan kawan baru adalah anugerah perjalanan? Tapi kembali bukan itu yang kami cari.

Aku sibuk mengecek hp berharap ada chat dari hanjar atau arif. Sinyal yang hilang pergi seperti menandakan harapan kami akan kedatangan hanjar dkk.

Arrgh berharap seperti itu membuat aku benar-benar lelah. Lebih baik fokus berjalan dan berusaha bersama. Ku putuskan mematikan hp. Dan sebelumnya ku kabari arif bahwa kami berada diantara pos 1 dan 2, plis susul ya. Itu bunyi chat terakhir ku yang entah masuk atau tidak. Lebih khawatir lagi ketika kaki eca keram dan dia terpeleset. Ditambah kekesalan sri karena eca yang tak mau tuker kerir dan tak mau jalan duluan. Pertengkaran-pertengkaran kecil mulai mewarnai perjalanan. Suara-suara mulai meninggi. Tapi untungnya kami bertiga bukan tipikal manusia yang bertahan dengan kondisi kesal. Beberapa menit kemudian semua mereda, memilih mengalah mengikuti karakter masing-masing. Karena sri paham betul bahwa eca bukan sesosok yang mau nurut pada aku dan sri. dan aku adalah tipe orang yang lebih percaya pada mereka. Aku akan menawari bantuan tapi jika mereka tak mau dibantu ya aku percaya pada mereka. Serta eca sesosok yang tak mau merepotkan orang lain.

Aku mulai memfokuskan jalan dan memikirkan keadaan kita. Tujuan kita pos 3 dan mendirikan tenda disana. Kalau tidak sampai pos 3 sebelum gelap kita cari lapak untuk nenda tapi kalau gak dapat lapak juga kita turun itu pinta ku pada sri.

Ku kayuh kakiku. Ku tawari sri dan eca minum. Sudah sekitar empat jam kami berjalan. Pos 2 belum juga terlihat. 

Sri meminta untuk beristirahat.
Ditengah istirahat itu tiba-tiba lelaki mengenakan baju hitam lengan hijau dengan style khas arif terlihat oleh sri. Eca pun berteriak

"ka ariiif"

"siapa ya? "

Tiba-tiba wajah kami bertiga berubah. Mental yang tadinya layu berubah jadi bergairah. Mereka datang. Arif, hanjar dan kang asep.
Betapa bahagianya kami. (emot haru bahagia ala wa)

Bergegas arif dan hanjar bertukar kerir dengan eca dan sri. Kini, eca dan sri membawa daypack yang lebih ringan dari kerir mereka
.
"sekarang bawa daypack, bisa lari ya?" ledek hanjar

Kami hanya bisa tertawa.
Ketiga lelaki ini mulai membully kemandirian kami. Celoteh kata "melehoy" pas dilayangkan hanjar kepada kami.

"Pendaki melehoy"
"KCP melehoy"
"Mandiri atuuuh"

Kami hanya ikut tertawa. Menertawai kelakuan kami. Menertawai kegilaan dan gengsi kami.

Akhirnya kami berenam berjalan bersama menuju pos 3. Seperti biasa kami lebih banyak istirahat,  ngemil dan membully. Hanjar mengingatkan untuk jangan banyak istirahat kita harus cepat sampai di pos 3 sebelum malam. Jalur menanjak tak kami hiraukan. Kami lebih banyak membicarakan dan menertawai diri kami sendiri.

"mandiri atuuuhh"

entah mereka bertiga menyemangati kami atau meledek kami..haha

Sampai di pos 3. Hanjar, arif dan kang asep bergegas mendirikan tenda. Hasil belajar mendirikan tenda aku dan sri pada malam sebelumnya tidak kami aplikasikan. Kami hanya menyaksikan mereka mendirikan tenda sembari beralasan kita lama kalau mendirikan tenda..hehe

Setelah tenda berdiri. Arif mulai memasak. Betapa enaknya kita. Mandiri tapi tenda didirikan,  makan dimasakin dan bawaan dibawain..hehe

Setelah makan kami berisitirahat untuk persiapan esok summit. Hanjar mengambil alih konsepan pendakian kami. Dengan segala pertimbangan kami mengikuti usul hanjar untuk summit esok hari tanpa bawa kerir dan turun kembali ke tenda, bermalam kembali dan lusa nya kita turun ke basecamp.

Malam itu pos 3 cukup ramai tapi kami berhasil tidur nyenyak akibat kelelahan.
Terima kasih kawan ucapku malam itu. Aku memahami bahwa kami punya batas untuk bertindak dan kami butuh untuk menerima bantuan.
Perjalan selalu punya cara sendiri untuk memberikan pengajaran.

3 komentar:

Tirta Hardi Pranata mengatakan...

Kwkwkwk.. Duh pengen ketawaa,, mungkin kalian lupa dasar prinsip dan pantangan ketika mendaki. di larang gengsi dan merasa angkuh.. :)

Syuhratul mengatakan...

Genngsi nya sama kamu doang koq mas.. Ahaha

Tirta Hardi Pranata mengatakan...

hikssss... apa salah ku cobaa.. ?? :/