Senin, 10 April 2017

Gunung Lawu: Menuju Puncak



Sambil menahan udara dingin yang masuk merayap kedalam tenda, dengan penuh keengganan aku membuka tenda.

Pagi itu saat cahaya mentari belum siap menyinari bumi tenda sebelah sibuk menyiapkan perbekalan summit.

Sambil menunggu tubuh beradaptasi dengan udara pagi. Kami mencoba mempersiapkan diri untuk summit pagi ini ditemani minuman hangat yang dipersiapkan hanjar semalam.

Hanjar yang dibantu arif dan kang asep sibuk diluar tenda tengah menyiapkan sarapan. Entah apa yang mereka buat. Perut harus terisi bila akan summit. Dan beberapa potongan sandwich pun siap kami santap makanan yang mampu mengganjal perut kami.

Pagi itu tubuh masih bisa bersahabat dengan udara dingin. Ketika hendak berangkat. Kami memperhatikan tetangga dibelakang tenda.

"mba kikiii" teriak kami bertiga

Ternyata 12 pendaki yang bareng dengan kami saat menuju basecamp salah satunya mendirikan tenda tepat belakang tenda kami. Tadi malam terlalu lelah untuk mampir ke tenda sebelah.

Setelah pamit duluan untuk summit. Kami pun berjalan beriringan. Untuk mencapai puncak lawu dibutuhkan waktu sekitar 6 jam tapi itu versi normal dari basecamp kalau kami mungkin 6 jam lebih dikit itu pun dari pos 3..wkwk

Jalan menanjak membuat kami kelelahan. Baru beberapa langkah kami sudah istirahat saja. Hingga istirahat kedua hanjar, arif dan kang asep memutuskan jalan duluan.

Kami kembali bertiga jalan bersama. Setidaknya mereka memberi ruang kepada kami untuk belajar, memotivasi diri dan mencoba berusahan kembali. Kami sudah tak bawa kerir seharusnya sudah lebih mudah berjalan dan bisa lebih menaikkan ritme jalan dari sebelumnya.

Berburu waktu mungkin harus lebih kami hargai ketimbang banyak istirahat dengan alih-alih menikmati jeda. Setidaknya kita harus berusaha sampai puncak bukan pasrah sesampainya saja.

Aroma pepohonan mulai tercium lebih dalam dihidung kami. Aroma khas yang hanya bisa dirasakan dipegunungan. Setapak demi setapak kami langkahkan kaki.

Hari itu baru kami bisa merasakan perjalanan. Menikmati alam. Berpapasan dan bertegur sapa dengan pendaki lain.
Setelah berjalan cukup jauh kami belum juga sampai di sabana. Ku liat peta yang tersimpan digaleri hpku seharusnya setelah melewati pos 4 kami melewati sabana terlebih dahulu baru pos 5.

Foto-foto dan istirahat sejenak. Saat itu eca merasa sesak dan meminta berhenti terlebih dahulu. Nampaknya diatas sabananya. Tapi aku tunggu eca dulu dan memintanya beristirahat.

Tak lama dua orang pria yang kami kenal muncul melewati batang pohon yang tumbang.

Kembali aku tertawa dan membenarkan feeling ku pada sri bahwa mas tirta dan mas edi pasti nyusul kesini.

Dengan tampang tak mau ditertawakan kami hanya tersenyum dan langsung meminta minum pada mas tirta.

Setelah membekali dengan snack mereka berdua langsung berjalan dan meminta kami untuk istirahat didepan saja.

Setelah eca mampu untuk berjalan kembali kami langsung mengikuti mas tirta dan mas edi.

Sabana didepan kami begitu luas dan senang rasanya bila duduk lama disini.
Kembali berjalan melewati pos 5 dan bulak peperangan dengan latar yang cukup terkenal dimedia sosial. Tak lupa kami pun berfoto disini. Ingin rasanya berlari kesetiap ujungnya tapi aku tidak mempunyai kemampuan itu.

Sesampainya di sabana pos 5 kami beristirahan menghampiri kelima rekan kami yang jalan duluan. Ledekan kata mandiri dan melehoy nampaknya akan menjadi hastag selama pendakian ini.

Menyusuri sabana yang begitu luas. Kami tertinggal kembali akibat banyak istirahat. Entah karena ritme mereka yang cepat atau karena ingin memberi ruang kembali untuk kami belajar.

Selama perjalanan menuju hargo dalam kami berpapasan dengan beberapa pendaki yang perna menawari bareng saat di basecamp.

"mba-mba yang mau mandiri itu ya?  Foto dulu yu mba" ajak seorang lelaki

Akibat kami jalan bertiga saja dan ingin mandiri setiap berpapasan dengan pendaki lain pasti ada yang merespon dengan mengasihani, salutlah dan ingin berfoto dengan kami. Berasa menjadi artis dadakan. . Wkwk

Hari semakin siang. Perjalanan kami lanjutkan. Sebelum memasuki pasar dieng eca meminta istirahat tidur 5 menit saja. Nampaknya eca benar-benar didera kantung. Kamipun menepi dan mencari lapak masing-masing. Aku dan sri tak bisa tidur akibat panas terik. Bayangkan saja diluas nya sabana tidak ada pohon besar untuk berteduh apalagi siang hari saat matahari mulai berada pas diatas kepala.

Hilir mudik pendaki menyapa kami dan meminta duluan. Tak lupa menyemangati kami. Suatu kondisi yang selalu dirindu dari pendakian.

Lebih dari 5 menit eca tertidur akhirnya kita bagunkan dan bergegas menuju warung mbok yem. Kami rasa kelima rekan kami menunggu disana.

Memasuki pasar dieng suasana lebih syahdu. Kabut sempat menghampiri. Aku sempat tak paham melewati jalur ini karena penanda yang membuat ambigu dan benar akhirnya kami salah jalan. Sri meminta kesebelah kiri mengikuti tanda yang satu nya. Setelah melihat tangga menuju bangunan yang menyerupai warung. Kami mengikuti jalan tersebut dan menaiki tangga. Terlihat mas edi yang menunggui kami dan mengarahkan ke warung mbok yem.

Warung mbok yem terletak sebelum puncak. Biasanya para pendaki mampir untuk beristirahat dan mengisi amunisi (*makan)

Istirahat, makan dan lanjut perjalanan menuju puncak lawu. 

Puncak hargo dumilah gunung lawu dengan ketinggian 3265 mdpl.
Alhamdulillah 6 pasang kaki yang berniat untuk mandiri ini sampai juga dipuncak lawu dengan bantuan kelima rekan kami. 

Tidak ada moment spesial sebenarnya. Haru pun tak ada. Karena sebelum itu kami sudah terlebih dulu mensyukuri setiap apa-apa yang kami peroleh hingga sampai puncak.

Tidak ada komentar: